“Keputusan Rapat Paripurna atas raperda ini menjadi kebanggan tersendiri bagi seluruh anggota DPRD Sumedang, terutama yang tergabung dalam Panitia Khusus Pembahasan Raperda Kepalangmerahan. Hal ini karena, menjadi produk hukum daerah yang pertama di Indonesia tentang kepalangmerahan,” kata Ketua Pansus Dedih S.Hut sebagaimana dilansir inisumedang.com
Disahkannya Perda Kepalangmerahan ini, lanjut Dedih, tentu menjadi kebanggaan tersendiri bagi DPRD Kabupaten Sumedang karena menjadi pionir bagi Kabupaten/Kota lainnya.
Menurut Dedih, karena pembahasan perda ini, DPRD Sumedang menjadi sasaran studi banding daerah lainnnya dan tercatat sudah 30 kota dan kabupaten lainnya yang datang ke Sumedang.
“Jadi dengan disahkannya Perda ini, Kabupaten Sumedang menjadi petunjuk bagi kota dan kabupaten lainnya untuk menyusun raperda serupa,” ujarnya.
Lebih lanjut Dedih mengatakan, raperda ini lahir dari prakarsa DPRD atas dasar kebutuhan meningkatnya peran serta Palang Merah Indonesia dalam setiap kegiatan sosial kemanusiaan.
Sehingga, sambung Dedih, masyarakat merasa perlu dengan hadirnya organisasi ini berkaitan dengan tugasnya.
“Raperda ini dibutuhkan untuk penanganan bencana, melakukan bantuan kemanusiaan, menyelenggarakan donor darah, serta melakukan pencarian dan penyelamatan korban,” tambahnya.
Selain itu, lanjut Dedih, Kepalangmerahan juga hadir sebagai peran penting dalam penanggulangan bencana, daerah rawan dan rentan bencana alam.
“Sumedang masih belum melakukan optimalisasi penanganan bencana karena berbagai faktor. Yaitu, masih belum optimalnya penggunaan sistem teknologi informasi dan masih terbatas sumbangan sosial kepalangmerahan,” tuturnya.
Dedih menuturkan raperda ini hadir dilatarbelakangi karena adanya kebutuhan produk hukum kepalangmerahan di daerah. Meski,dalam UU No 1 Tahun 2008 tentang Kepalanya, tidak diamanatkan untuk dibuat perda.
“Raperda ini menjadi raperda prakarsa dari DPRD Sumedang dan atas dasar kajian yuridis dan pilosofis, maka Kabupaten Sumedang merasa harus perlu membuat perda kepalangmerahan ini. Kami juga telah berkonsultasi dengan pemerintahan pusat termasuk Kementerian Hukum dan HAM. Dan hasilnya, Perda Kepalangmerahan boleh dibuat di daerah,” tegas Dedih.
“Pansus berharap pemda dan stakeholder agar bersama-sama membangun sinergitas untuk penyelenggaraan raperda dan pengawasannya. Kemudian juga penyiapan infrastruktur dan anggaran, serta melakukan koordinasi intensif antara Pemda dan PMI dan tentunya unsur stakeholder lainnya,” tambah Dedih menandaskan.