Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang dilontarkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) ternyata menuai penolakan dari berbagai pihak. Tidak hanya guru, tetapi juga DPR RI.
Sebagaimana dikatakan Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Willy Aditya banyak fraksi di DPR yang menolak revisi UU tentang Sisdiknas.
“Iya, banyak sih fraksi yang nolak, dikiranya ini kan long list aja belum masuk,” kata Willy di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (29/8/2022). Sisdiknas dibuat dengan tujuan memperjuangkan kesejahteraan para pendidik di Indonesia.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Unifah Rosyidi, mendesak Kemendikbud Ristek untuk mengembalikan pasal yang mengatur tunjangan profesi guru (TPG) dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
“Kembalikan bunyi pasal 127 ayat 1-10 sebagaimana tertulis dalam draf versi April 2022 yang memuat tentang pemberian tunjangan profesi guru dan dosen, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, dan lainnya,” kata Unifah dalam keterangan pers pada Minggu (28/8/2022), seperti dikutip dari Antara.
Menurut Unifah, dalam Pasal 127 ayat 3 sampai 10 RUU Sisdiknas draf versi April 2022 yang beredar luas tertera jelas tentang pemberian tunjangan profesi bagi guru dan dosen. Hanya dalam draf versi Agustus 2022 yang diunggah Kementerian Kementerian Pendidikan Kebudayaan dan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), dihilangkan maka pemerintah melalui Kemendikbudristek telah melakukan pengingkaran terhadap profesi guru dan dosen.
“Kami langsung rapatkan barisan bahwa draft RUU per 22 Agustus yang kita terima sungguh-sunggu mengingkari logika publik. Menafikan profesi guru dan dosen. Tidak menghargai guru dan dosen adalah profesi yang dikatakan mulia. Itu hanya dipidatokan,” ujar Unifah. Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, disebutkan guru dan dosen berhak mendapatkan kesejahteraan berupa penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial dari pemerintah dan pemerintah daerah.
Menurut Unifah, hilangnya ayat tentang TPG sama saja melukai rasa keadilan bagi para pendidik yang selama ini mengabdi bagi kemajuan pendidikan Indonesia. “Jangan coba-coba mempersulit sertifikasi, kenaikan pangkat, dan yang paling melukai rasa keadilan adalah menghapuskan TPG di RUU Sisdiknas yang didaftarkan dalam prolegnas. Kami menuntut pasal itu dikembalikan,” ujar Unifah.
Sementara Kemendikbud Ristek melalui Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), Iwan Syahril melalui keterangan tertulisnya yang dilansir Kompas.com, Senin (29/8/2022) menyatakan kalau TPG tetap diberikan bagi guru ASN dan non-ASN sampai pensiun. “Sepanjang masih memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” terang Iwan.
Dia menekankan, RUU ini juga mengatur bahwa guru yang sudah mengajar namun belum memiliki sertifikat pendidik akan segera mendapatkan penghasilan yang layak tanpa perlu menunggu antrean sertifikasi. Dirjen GTK menerangkan, guru ASN yang sudah mengajar namun belum memiliki sertifikat pendidik akan mendapatkan penghasilan yang layak sesuai Undang-Undang ASN.
“Guru ASN yang yang belum mendapat tunjangan profesi akan otomatis mendapat kenaikan pendapatan melalui tunjangan yang diatur dalam UU ASN, tanpa perlu menunggu antrean sertifikasi yang panjang,” papar Iwan.